Pages

Subscribe:

Selasa, 22 November 2011

MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL

MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL ( MPKP )

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Keperawatan II
Dosen : Ns. Dona Yanuar Agus Santoso, S.Kep





Disusun Oleh :
Kelompok 5
1.      Dewi Purwanti                        SK.109.034
2.      Dewinta Astri Widuri             SK.109.035
3.      Dhenis Jrindika Setiawan      SK.109.036
4.      Dia Ismawati                           SK.109.037
5.      Diani Puji Hesti                       SK.109.039
6.      Dika Wijayandaru                  SK.109.040
7.      Dinda Yanuarita                     SK.109.041
8.      Dwi Khasani                           SK.109.043



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
TAHUN AKADEMIK 2011-2012


MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL ( MPKP )

A.      DEFINISI
         Model Praktik Keperawatan Profesional “MPKP adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut,” jelas Linda. Model praktek keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses, dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan yang dapat mendukung asuhan keperawatan. Pada aspek struktur ditetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien, jenis tenaga disuatu ruang rawat yaitu kepala ruangan, Clinical Care Manager (CCM), Perawat Primer (PP) dan Perawat Asosiet (PA) serta standar rencana perawatan. Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metoda modifikasi keperawatan primer. Metode modifikasi perawatan primer merupakan kombinasi dari kedua metode tim dan primer, diharapkan kontinuitas asuhan keperawatan dan akontabilitas asuhan keperawatan terdapat pada perawat primer.
      Pelayanan keperawatan sebagai inti dari praktik keperawatan profesional menuntut kemampuan perawat untuk dapat berperan sebagai pengelola pelayanan keperawatan melalui pelaksanaan MPKP sehingga mutu asuhan keperawatan dapat ditingkatkan. Era globalisasi dan perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan menuntut perawat, sebagai suatu profesi, memberi pelayanan kesehatan yang optimal. Indonesia juga berupaya mengembangkan model praktik keperawatan profesional (MPKP). Salah satunya dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebagai rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan nasional. Linda Amiyanti SKp dari RSCM memaparkan penerapan MPKP dalam seminar nasional yang diselenggarakan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) pekan lalu.

TUJUAN MODEL KEPERAWATAN
1.       Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
2.       Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekosongan pelaksanaan asuhan keperawatan oleh tim keperawata.
3.       Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
4.       Memberikan pedoman dalam menentukan kebijaksanaan dan keputusan.
5.       Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap anggota tim keperawatan.
PELAYANAN KESEHATAN PRIMER(PHC).

              Dalam penilainan tahunannya tentang kesehatan dunia, para delegasi yang menghadiri pertemuan ke 28 World Health Assembly di Geneva telah memutuskan bahwa situasi global sekarang ini tidak sehat. Sejumlah contoh dari berbagai belahan dunia telah meyakinkan mereka bahwa penggunaan suatu pendekatan yang disebut PHC, dapat berkontribusi sangat besar dalam membebaskan seluruh masyarakat dari penderitaan yang terabaikan, nyeri, ketidakmampuan dan kematian. Masyarakat global dapat terjamin, banyak beban berat dari berbagai penderitaan dan kematian yang tidak diinginkan oleh jutaan orang diseluruh dunia dapat dicegah melalui penerapan konsep PHC (Bryant,1969;Newell,1975).
           Metode Keperawatan Primer. Metode ini pertama kali diperkenalkan di Inggris oleh Lydia Hall (1963) ini merupakan sistem dimana seorang perawat bertanggung jawab selama 24 Jam sehari, 7 hari per minggu,ini merupakan metode yang memberikan perawatan secara komprehensif, individual dan konsisten. Metode keperawatan primer membutuhkan pengetahuan keperawatan dan keterampilan manajemen. Perawat primer mempunyai tugas mengkaji dan membuat prioritas setiap kebutuhan pasien, mengidentifikasi diagnosa keperawatan, mengembangkan rencana keperawatan, dan mengevaluasi keefektivitasan perawatan. Sementara perawat yang lain menjalankan tindakan keperawatan, perawat primer mengkoordinasi perawatan dan menginformasikan tentang kesehatan pasien kepada perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Keperawatan Primer melibatkan semua aspek peran profesional, termasuk pendidikan kesehatan, advokasi, pembuatan keputusan, dan kesinambungan perawatan. Perawat primer merupakan manager garis terdepan bagi perawatan pasien dengan segala akuntabilatas dan tanggung jawab yang menyertainya.
B.   PENGELOLAAN DI RUANG MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL.
  Model praktek keperawatan professional terdiri dari 4 komponen utama, yaitu :
Ø  Ketenagaan Keperawatan.
Ø  Metoda pemberian asuhan keperawatan
Ø  Proses Keperawatan
Ø  Dokumentasi Keperawatan

1.    Ketenagaan Keperawatan.

     Pada suatu pelayanan profesional, jumlah tenaga yang diperlukan tergantung pada : Jumlah pasien dan derajat ketergantungan pasien (Douglas, 1984).

Menurut Loveridge & Cummings (1996) klasifikasi derajat ketergantungan pasien dibagi 3 kategori, yaitu ;

1.        Perawatan minimal : memerlukan waktu 1 – 2 jam/24 jam:

a.     kebersihan diri, mandi, ganti baju, ganti pakaian dilakukan sendiri.
b.    Makan dan minum dilakukan sendiri
c.     Ambulasi dengan pengawasan
d.    Observasi tanda – tanda vital dilakukan setiap sift
e.    Pengobatan minimal, status spikologis stabil
f.      Persiapan prosedur memerlukan pengobatan
2.        Perawatan intermediet : memerlukan waktu 3 – 4 jam/24 jam.
·            Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu
·            Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
·           Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
·           Voley kateter/intake output dicatat
·           Klien dengan pemasangan infus, persiapan pengobatan, memerlukan prosedur
3.        Perawatan maksimal/total : memerlukan waktu 5 – 6 jam/24 jam :
*        Segala diberikan/dibantu
*        Posisi yag diatur, observasi ytanda-tanda vital setiap 2 jam
*        Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi intravena
*        Pemakaian suction
*        Gelisah/disorientasi

Menentukan komposisi tenaga
         Abdellah dan Levine pada tahun 1965 (Gillies, 1994) menyarankan kombinasi tenaga keperawatan yaitu 55 % tenaga profesional dan 45 % tenaga non profesional. Bila disesuaikan dengan katagori tenaga keperawatan di Indonesia, maka 55 % minimal lulusan D III Keperawatan dan 45 % tenaga keperawatan lulusan SPK. Intermountain Health Care menyarankan bahwa kombinasi tenaga keperawatan adalah : 58 % RN, 26 % LPN, dan 16 % Aides (perawat pembantu). Apabila dikonversi kategori diatas pada situasi ketenagaan keperawatan di Indonesia maka 58 % Sarjana Keperawatan/D IV Keperawatan, 26 % D III Keperawatan dan 16 % Perawat Kesehatan (SPK). Perbandingan dinas pagi-sore-malam : 47 % Pagi, 36 % Sore, dan 17% Malam.

2.        Metoda pemberian asuhan keperawatan  
        Sistem pemberian asuhan keperawatan adalah suatu pendekatan pemberian asuhan keperawatan secara efektif dan efisien kepada sejumlah pasien. Setiap metoda memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing.
    Terdapat 3 pola yang sering digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan, yaitu penugasan fungsional, penugasan tim , penugasan primer.
a.      Penugasan Keperawatan Fungsional :
      Sistem penugasan ini berorinetasi pada tugas dinama fungsi keperawatan tertentu ditugaskan pada setiap perawat pelaksana, misalnya seorang perawat ditugaskan khusus untuk tindakan pemberian obat, perawat yang lain untuk mengganti verband, penyuntikan, observasi tanda-tanda vital, dan sebagainya. Tindakan ini didistribusikan berdasarkan tingkat kemampuan masing-masing perawat pelaksana. Oleh karena itu kepala Ruangan terlebih dahulu mengidentifikasi tingkat kesulitan tindakan tersebut, selanjutnya ditetapkan perawat yang akan bertanggung jawab mengerjakan tindakan yang dimaksudkan. Setiap perawat pelaksana bertanggung jawab langsung kepada kepala Ruangan. Tidak ada perawat pelaksana yang bertanggung jawab penuh untuk asuhan keperawatan pada seorang pasien.
Keuntungan :
ü  Menyelesaikan banyak pekerjaaan dalam waktu singkat.
ü  Tepat metoda ini bila ruang rawat memiliki keterbatasan/kurang tenaga keperawatan professional.
ü  Perawat lebih terampil, karena orientasi pada tindakan langsung dan selalu berulang-ulang dikerjakan.
Kerugian :
*      Memilah-milah asuhan keperawatan oleh masing-masing perawat.
*      Menurunkan tanggung gugat dan tanggung jawab.
*      Hubungan perawat-pasien sulit terbentuk.
*      Pelayanan tidak professional.
*      Pekerjaan monoton, kurang tantangan.

b.      Penugasan Keperawatan Tim :
       Adalah suatu bentuk sistem/metoda penugasan pemberian asuhan keperawatan, dimana Kepala Ruangan membagi perawat pelaksana dalam beberapa kelompok atau tim, yang diketuai oleh seorang perawat professional/berpengalaman. Metoda ini digunaklan bila perawat pelaksana terdiri dari berbagai latar belakang pendidikan dan kemampuannya.
         Ketua tim mempunyai tanggung jawab untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan asuhan keperawatan dalam tanggung jawab kegiatan anggota tim. Tujuan metoda penugasan keperawatan tim untuk memberikan keperawatan yang berpusat kepada pasien. Ketua Tim melakukan pengkajian dan menyusun rencana keperawatan pada setiap pasien, dan anggota tim bertanggung jawab melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan rencana asuhan keperawatan yang telah dibuat. Oleh karena kegiatan dilakukan bersama-sama dalam kelompok, maka ketua tim seringkali melakukan pertemuan bersama dengan anggota timnya (konferensi tim) guna membahas kejadian-kejadian yang dihadapi dalam pemberian asuhan keperawatan.
Keuntungan :
·         Melibatkan semua anggota tim dalam asuhan keperawatan pasien.
·         Akan menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang dapaty dipertanggung jawabkan.
·         Membutuhkan biaya lebih sedikit/murah, dibanding sistem penugasan lain.
·         Pelayanan yang diperoleh pasien adalah bentuk pelayanan professional.
Kerugian :
Ø Dapat menimbulkan pragmentasi dalam keperawatan.
Ø Sulit untuk menentukan kapan dapat diadakan pertemuan/konferensi, karena anggotanya terbagi-bagi dalam shift.
Ø Ketua tim lebih bertanggung jawab dan memiliki otoritas, dibandingkan dengan anggota tim.

c.       Penugasan Keperawatan Primer
        Keperawat primer adalah suatu metoda pemberian asuhan keperawatan dimana perawat perofesional bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan pasien selama 24 jam/hari. Tanggung jawab meliputi pengkajian pasien, perencanaan , implementasi, dan evaluasi asuhan keperawatan dari sejak pasien masuk rumah sakit hingga pasien dinyatakan pulang, ini merupakan tugas utama perawat primer yang dibantu oleh perawat asosiet.
           Keperawat primer ini akan menciptakan kesepakatan untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, dimana asuhan keperawatan berorientasi kepada pasien. Pengkajian dan menyusun rencana asuhan keperawatan pasien di bawah tanggung jawab perawat primer , dan perawat asosiet yang akan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan dalam timdakan keperawatan.
Keuntungan :
ü  Otonomi perawat meningkat, karena motivasi, tanggung jawab dan tanggung gugat meningkat.
ü  Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan.
ü  Meningkatnya hubungan antara perawat dan pasien.
ü  Terciptanya kolaborasi yang baik.
ü  Membebaskan perawat dari tugas-tugas yang bersifat perbantuan.
ü  Metoda ini mendukung pelayanan professional.
ü  Penguasaan pasien oleh seorang perawat primer.
Kerugian :
·           Ruangan tidak memerlukan bahwa semua perawat pelaksana harus perawat professional.
·           Biaya yang diperlukan banyak

3.    Proses Keperawatan
         Proses keperawatan merupakan proses pengambilan keputusan yang dilakukan perawat dalam menyusun kegiatan asuhan secara bertahap. Kebutuhan dan masalah pasien merupakan titik sentral dalam pengambilan keputusan. Pendekatan ilmiah yang fragmatis dalam pengambilan keputusan adalah :
ü  Identifikasi masalah.
ü  Menyusun alternatif penyelesaikan masalah.
ü  Pemilihan cara penyelesdaian masalah yang tepat dan melaksanakannya.
ü  Evaluasi hasil dari pelaksanaan alternatif penyelesaian masalah.
Seluruh langkah pengambilan keputusan ini tertuang pada langkah-langkah proses keperawatan yaitu :
*      Pengkajian fokus pada keluhan utama dan eksplorasi lebih holistik.
*      Diagnosis yaitu menetapkan hubungan sebab akibat dari masalah masalah keperawatan.
*      Rencana tindakan untuk menyelesaikan masalah.
*      Implementasi rencana dan.
*      Evaluasi hasil tindakan.

4.        Dokumentasi Keperawatan
         Dokumentasi keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem pelayanan keperawatan, karena melalui pendokumentasian yang baik, maka informasi mengenai keadaan Kesehatan pasien dapat diketahui secara berkesinambungan. Disamping itu, dokumentasi merupakan dokumen legal tentang pemberian asuhan keperawatan. Secara lebih spesifik, dokumentasi berfungsi sebagai sarana komunikasi antar profesi Kesehatan, sumber data untuk pemberian asuhan keperawatan, sumber data untuk penelitian, sebagai bahan bukti pertanggung jawaban dan pertanggung gugatan asuhan keperawatan.
          Dokumen dibuat berdasarkan pemecahan masalah pasien. Dokumentasi berdasarkan masalah terdiri dari format pengkajian, rencana keperawatan, catatan tindakan keperawatan, dan catatan perkembangan pasien.

C.      SISTEM PENJADWALAN
           Penjadualan di unit keperawatan perlu dilakukan dengan cermat, sebab apa yang dapat terjadi di ruangan sulit dipastikan. Kegiatan yang ada banyak tergantung kondisi pasien. Keadaan pasien dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan kondisi sakit dan kebutuhannya. Oleh karena itu penjadualan perawat diatur secara garis besar supaya dimodifikasi sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi yang terjadi di unit keperawatan.
Ada beberapa cara penjadualan :
a.      Penjadualan desentralisasi : Kepala Ruangan merencanakan jadual dinas untuk stafnya. Cara ini menimbulkan kesulitan bila membutuhkan banyak perawat karena absen atau sakit. Kepala Ruangan harus menerencanakan kembali jadual sehingga sering menimbulkan ketidakpuasan staf.
b.      Penjadualan sentralisasi : Petugas ketenagaan akan merencanakan dan mengendalikan jadual, dengan demikian pekerjaan Kepala Ruangan lebih ringan, tetapi petugas tersebut kurang mengetahui tentang perubahan kebutuhan perawat karena beban asuhan keperawatan meningkat di ruangan, maka perlu diberikan gambaran secara menyeluruh tentang tenaga perawat yang shift.
Beberapa yang patut dipertimbangkan dalam penjadualan ;
o    Sesuai dengan kebijakan, standar dan praktek yang telah ditetapkan dan bagaimana memanfaatkan tenaga keperawatan yang ada.
o    Perbandingan yasng seimbang antara perawat professional dan yang tidak.
o    Pelayanan yang terus menerus
o    Menghindari maldistribution dan over staffing.
o    Kepuasan anggota staf dalam pekerjaan.
o    Pertimbangan libur dan hari-hari libur lainnya.
o    Memungkinkan penyesuaian dalam kasus penyakit, emergensi, atau perubahan dalam kebutuhan asuhan.
o    Anggota staf diinformasikan 2 minggu sebelum implementasi jadual.
o    Cegah pada hal yang berhubungan dengan hak-hak individu yang berhubungan dengan diskriminasi akibat perbedaan seks, etnik dan kepercayaan.

D.            MODEL PENUGASAN TIM
           Metoda ini secara khusus dibahas berdasarkan pertimbangan kemungkinan pilihan yang paling tepat untuk dilaksanakan di MPKP RS.Wahidin Sudirohusodo. Sebagaimana diuraikan terdahulu bahwa model tim adalah merupakan suatu model pemberian asuhan keperawatan dimana seseorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok pasien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Douglas, 1984).
         Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap angota kelompok mempunyai konstribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi sehingga diharapkan kualitas asuhan keperawatan meningkat. Menurut Kron & Gray (1987), pelaksanaan model tim harus dilandaskan pada konsep berikut ini :
1.      Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai tehnik kepemimpinan. Ketua tim harus dapat membuat keputusan tentang prioritas dalam kebutuhan klien merencanakan, melakukan supervisi dan evaluasi asuhan keperawatan. pelaksanaan konsep tim sangat bergantung pada filosofi ketua tim apakah berorietntasi pada tugas atau pada klien.
Tanggung jawab Ketua Tim adalah :
ü  Mengkaji setiap klien dan menetapkan rencana keperawatan
ü  Mengkoordinasikan rencana keperawatan dengan tindakan medik.
ü  Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok dan memberi bimbingan melalui konferens
ü  Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses atau hasil yang diharapkan serta mendokumentasikannya.
2.      Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin. Terdapat komunikasi yang terbuka melalui berbagai cara terutama melalui rencana keperawatan yang tertulis yang merupakan pedoman dalam melaksanakan asuhan, supervisi dan evaluasi.
3.      Anggota tim harus menghargai kepemimpinan Ketua Tim. Ketua Tim membantu anggota tim memahami dan melakukan tugas sesuai dengan kemampuan mereka.
4.      Peran Kepala Ruangan penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik bila didukung oleh Kepala Ruangan. Dalam hal ini Kepala Ruangan diharapkan telah :
·         Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf.
·         Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan
·         Memberi kesempatan pada Ketua Tim untuk pengembangan kepemimpinan.
·         Menjadi nara sumber bagi Ketua Tim.
·         Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan
·         Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.

DAFTARA PUSTAKA
Douglass (1992), The Effective Nurse ; leader and Manager, (4th), St.Louis : Mosby Year Book.
FIK-UI & RSUPN-Cipto Mangunkusumo (2000), Semiloka : Model Praktek keperawatan Profesional II, Jakarta 12 – 14 Juli 2000.
Gillies (1994), Nursing Management a System Approach, Philadelphia : W.B.Saunders.
Kron & Gray (1987), The Management of Patient Care : putting Leadership Skills to Work, (6th), Philadelphia : W.B.Saunders Company.




Jumat, 18 November 2011

DOKUMENTASI KEPERAWATAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Keperawatan I
Dosen : Ns. Dona Yanuar Agus Santoso, S.Kep





Disusun Oleh :
1.      Dewi Purwanti                         SK.109.034
2.      Dewinta Astri Widuri               SK.109.035
3.      Dhenis Jrindika Setiawan      SK.109.036
4.      Dia Ismawati                            SK.109.037
5.      Diani Puji Hesti                        SK.109.039
6.      Dika Wijayandaru                    SK.109.040
7.      Dinda Yanuarita                       SK.109.041
8.      Dwi Khasani                             SK.109.043

KELOMPOK 5


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
TAHUN AKADEMIK 2011-2012



A.   Pengertian Dokumentasi.
Yaitu setiap penglihatan / bukti fisik dapat berupa tulisan, foto, video klip, kaset dan lain-lain, yang telah dilakukan dan dpat dikumpulkan / dipakai kembali ( thyredot ) atau semua data.
Otentik yang dapat dibuktikan secara hukum dan dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan aturan dan dapat digunakan untuk melindungi klien ( Infurmes Concent ).
Potter (2005) mendefenisikan dokumentasi sebagai segala sesuatu yang tercetak atau tertulis yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang.

B.   Pengertian Dokumentasi Keperawatan Menurut Ahli.
1. Kozier dan ERB.
     Metode sistematis untuk mengidenfikasi masih klien, merencanakan, menimplementasi strategi pemecahan masalah mengevaluasi efektifitas dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.
2. Ellis dan Nowlis.
     Metode pemecahan masih dalam askep yang telah diberikan meliputi 4 langkah : pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
3. Whole.
     Sekelompok tindakan yang dilakukan untuk menentukan, merencanakan, menginplementasi dan mengevaluasi askep.
4. Jieger.
     Proses pemecahan masalah dan diterapkan untuk mengambil keputusan tentang askep pada klien meliputi 5 langkah pengkajian, diagnosa, perencanaan, impelemntasi dan evaluasi.
5. Dokumentasi adalah suatu dokumen yang berisi data lengkap, nyata, dan tercatat bukan hanya tentang tingkat kesakitan pasien tetapi juga jenis dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan. ( Fisbach, 1991 ).
6.  Dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang memuat seluruh informasi yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosis keperawatan, menyusun rencana keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang disusun secara sistematis, valid, dan dapat dipertanggungjawabkan. (Zaidin Ali, 1998 ).

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pondokumentasian adalah sebagai berikut :
1.  Informasi mencakup aspek biologis, psikologis, social, dan spiritual, yang terjadi pada setiap tahap proses keperawatan yang dicatat secara menyeluruh.
2.  Informasi yang diperoleh menjadi dasar bagi penegakan diagnosis keperawatan, pembuatan rencana keperawatan, implementasi, dan evaluasi asuhan keperawatan dan menjadi umpan balik selanjutnya.
3.  Informasi disusun secara ssitematis, dalam suatu format yang telah disetujui dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral maupun hukum.
     4. Metode pemecahan masalah sistematis yang diterapkan dalam askep.
     5. Indentifikasi dalam pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi.

C.   Manfaat dan Pentingnya Dokumentasi Keperawatan.
v Mencegah pengabaian dan penanggulangan yang tidak perlu.
v Mempermudak komunikasi.
v Memberi fleksibilitas dalam memberi askep.
v Mendorong partisipasi klien.
v Memberi kepuasaan kepada perawat.
v Tersedia metode yang terorganisir dalam askep.
Dokumentasi keperawatan mempunyai makna yang penting bila dilihat dari berbagai aspek :
1.    Hukum
Semua catatan informasi tentang klien merupakan dokumentasi resmi dan bernilai hukum, Bila terjadi suatu masalah (minconduct) yang berhubungan dengan profesi keperawatan, dimana perawat sebagai pemberi jasa dan klien sebagai pengguna jasa, maka dokumentasi diperlukan sewaktu-waktu, Dokumentasi tersebut dapat dipergunakan sebagai barang bukti di pengadilan, Oleh karena itu, data-data harus diidentifikasi secara lengkap, jelas, obyektif dan ditandatangani oleh tenaga kesehatan (perawat), tanggal dan perlunya dihindari adanya penulisan yang dapat menimbulkan interprestasi yang salah.
2.  Jaminan Mutu (Kualitas Pelayanan )
Pencatatan data klien yang lengkap dan akurat, akan member kemudahan bagi perawat dalam membantu menyelesaikan masalah klien dan untuk mengetahui sejauh mana masalah klien dapat teratasi dan seberapa jauh masalah baru dapat diidentifikasi dan dimonitor melalui catatan yang akurat, Hal ini akan membantu meningkatkan mutu pelayanan keparawatan.
3.  Komunikasi
Dokumentasi keadaan klien merupakan alat “perekam” terhadap masalah yang berkaitan dengan klien, Perawat atau tenaga kesehatan lain akan bisa melihat catatan yang ada sebagai alat komunikasi yang dijadikan pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan.
4.  Keuangan
Dokumentasi dapat bernilai keuangan, Semua tindakan keperawatan yang belum, sedang dan telah diberikan dicatat dengan lengkap yang dapat dipergunakan sebagai acuan atau pertimbangan dalam biaya keperawatan bagi klien.
5.  Pendidikan
Dokumentasi keperawatan mempunyai nilai pendidikan ,karena isinya menyangkut kronologis dari kegiatan asuhan keperawatan yang dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pembelajaran bagi siswa atau profesi keperawatan.
6.  Penelitian
Dokumentasi keperawatan mempunyai nilai penelitian. Data yang terdapat didalamnya mengandung informasi yang dapat dijadikan sebagai bagian atau obyek riset dan pengembangan profesi keperawatan.
7.  Akreditasi
Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana peran dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Dengan demikian akan dapat diambil kesimpulan tingkat keberhasilan pemberian asuhan keperawatan yang diberikan, guna pembinaan dan pengembangan lebih lanjut. Hal ini selain bermanfaat bagi peningkatan mutu sendiri, juga bagi individu perawat dalam mencapi tingkat kepangkatan yang lebih tinggi.

D.   Tujuan Dokumentasi Keperawatan.
v Sebagai sarana dokumentasi fungsi :
Membantu pelaksanaan asuhan yang diberikan secara team meningkatkan kecermatan dan mengurangi kesalahan membantu terwujudnya efektivitas dan efistensi waktu.
v Dokumentasi legal.
v Sarana penelitian.
v Sebagai statistik.
v Pendidikan.
v Audit / pemeriksaan.

Sebagai dokumen rahasia yang mencatat semua pelayanan keperawatan klien, catatan tersebut dapat diartikan sebagai suatu catatan bisnis dan hukum yang mempunyai banyak manfaat dan penggunaannya.
Tujuan utama dari pendokumentasian adalah untuk :
1.  Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat kebutuhan klien, merencanakan, melaksanakan tindakan keperawatan dan mengevaluasi tindakan,
2.  Dokumentasi untuk penelitian, keuangan, hukum dan etika. Hal ini juga menyediakan:
     -    Bukti kualitas asuhan keperawatan
     -    Bukti legal dokumentasi sebagai pertanggungjawaban kepada klien
     -    Informasi terhadap perlindungan individu
     -    Bukti aplikasi standar praktik keperawatan
     -   Sumber informasi statistik untuk standar dan riset keperawatan
     -   Pengurangan biaya informasi
     -    Sumber informasi untuk data yang harus dimasukan
     -   Komunikasi konsep resiko tindakan keperawatan
     -   Informasi untuk murid
     -   Persepsi hak klien
-   Dokumentasi untuk tenaga profesional dan tanggung jawab etik dan
    mempertahankan kerahasiaan informasi klien
     -   Suatu data keuangan yang sesuai
     -    Data perencanaan pelayanan kesehatan di masa akan datang,
     Selain itu, dokumentasi juga diperlukan untuk :
     -    menghindari kesalahan, tumpang tindih dan ketidaklengkapan informasi dalam asuhan keperawatan
     -    terbinanya koordinasi yang baik dan dinamis antara sesama perawat  atau pihak lain melalui komunikasi tulisan.
     -    Meningkatkan efisiensi dan efektifitas tenaga keperawatan
     -    Terjaminnya kualitas asuhan keperawatan
     -    Perawat mendapat perlindungan secara hukum
     -    Memberikan data bagi penelitian, penulisan karya ilmiah, dan penyempurnaan standar asuhan keperawatan. ( Zaidin Ali, 1999 )

E.   Prinsip Dokumentasi Keperawatan.
v Penulisan hal-hal pokok terhadap komunikasi secara kintinue tiap langkah proses keperawatan.
v Setiap kegiatan yang telah dikelompokkan dicatat dan didokumentasi.
v Pencatatan identik untuk mengidentifikasi merencanakan dan mengevaluasi.
v Berisi pemasukan terhadap kegiatan keperawatan dan kelanjutannya.
v Dalam pencatatan sebagai pelayanan secara identik kejadian kegiatan setiap langkah proses keperawatan.
v Memerlukan format setiap langkah proses keperawatan.
v Merupakan dokumentasi legal dari data yang diperoleh.
v Catatan yang telah didokumentasi secara spesifik didasari oleh standar yang ada.

Dokumentasi kepeawatan mempunyai 3 prinsip yaitu: Brevity, Legibility, dan Accuracy (Carpenitto, 1991) Prinsip-perinsip tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.    Brevity
Dalam melakukan pendokumentasian setiap petugas/perawat harus brevity, Brevity sendiri adalah ringkas, jadi kita dalam mencatat isi dokumentasi keperawatan harus ringkas dan tidak perlu memasukan kata-kata atau kalimat yang tidak penting dan mempunyai makna yang tidak sesuai.
2.  Legidibility
Legidibility yaitu dimana dalam penulisan/pencatatan dokumentasi keperawatan harus mudah dibaca dan di pahami oleh perawat lain atau profesi lain yang ikut dalam proses pendokumentasian.
3.  Accuracy
Accuracy adalah sesuai dengan data yang ada pada klien. Jadi kita harus memasukan data pada dokementasi keperawatan harus benar dan sesuai dengan data baik identitas, laboratorium dan radiologi pada setiap klien. Ini adalah aspek yang sangat vital dan tidak boleh salah atau tertukar dengan klien lain.

F.    Aspek Legal Dokumentasi
1. Komponen umum data menurut hukum.
            v Kondisi fisik, ental dan emosi.
v Prilaku.
v Program pengobatan / perawatan.
v Respon pasien terhadap perawatan.
2. Pedoman pencatatan data menurut hukum.
v Memahami dasar hukum dari tuntunan mal praktek bagi perawat yang terlibat.
v Memberikan informasi kondisi pasien secara tepat.
v Memperlihatkan fakta secara tepat dan akurat mengenai penggunaan proses   
    keperawatan.
v Perhatikan terhadap situasi perawatan pasien.
3. Metode pencatatan data.
v Penggunaan tinta.
     - Tinta hitam / biru.
     - Tidak dibenarkan memakai pensil – mudah dihapus – mudah dimodifikasi.
v Tanda tangan.
- masing-masing catatan pada setiap kegiatan ditanda tangani oleh pembuatannya (  
  nama jelas dan gelar ).
v Kesalahan.
     - dicoret, lalu diatasnya ditulis salah kemudian ditanda tangani.
     - Tidak boleh dihapus / dihilangkan.
v Waktu.
- masing-masing catatan pad setiap kegiatan harus mencatat waktu / hari kapan
  tindakan tersebut akan telah dilakukan.
4. Situasi yang memberikan kecendrungan pada tuntunan pengadilan.
v Kesalahan administrasi pengobatan.
v Kelemahan dalam supervisi pasien secara dan pengunaan alat.
v Kelainan dalam mengangkat /mengecek benda asing setelah operasi.
v Mengakibatkan pasien mengalami luka bakar.
v Pemberhentian obat oelh perawat.
v Tidak melakukan tekhnik antiseptik yang diharuskan.
v Tidak mengikuti peraturan dan prosedur yang diharuskan.
v Kelalaian tugas.
5. Hubungan etika dalam legalitas dokumentasi keperawatan.
§ Menjaga kerahasian dan privacy catatan pasien.
§ Kewajiban moral sehat dengan pencatatan elemen-elemen informed concent.
§ Menjaga kerahasian pernyataan / keterangan saksi.
§ Menjaga kerahasian hak pilih pasien.
6. Penanggung jawababn pelayanan keperawatan melalui dokumentasi keperawatan.
§ Berpegang pada kode etik.
§ Memberikan prioritas terhadap kebutuhan / masalah pasien.
§ Menggunakan standar dalam mencatat.
§ Menggunakan kebijaksanaan standar.
§ Melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan kerja perawat secara luas dan  
    prefesional.

G.   Standar dokumentasi keperawatan.
v Standar I.
Pengumpulan data NCP sistematis tentang status kesehatan klien data yang diperoleh dibicarakan lalu ditulis / direkam.
v Standar 2.
     Diagnosa keperawatan untuk didapat dari data status kesehatan.
v Standar 3.
            Rencanan keperawatan dan hasil yang diharapkan diperoleh dari diagnosa keperawatan.
v Standar 4.
Rencana keperawatan secara media termasuk pendekatan secara medis untuk mengukur kemajuan penyakit yang didapat di diagnosa keperawatan.
v Standar 5.
     Sikap perawat terhadap pasien sangat diperlukan bagi proses penyembuhan.
v Standar 6.
            Sikap perawatan menolong pasien untuk meningkatkan kemampuan terhadap kesehatan.
       v Standar 7.
     Kemajuan dan kemunduran kesehatan klien ditentukan oleh klien dan perawat.
v Standar 8.
            Kemajuan dan kemunduran dicatat dan didokumentasi serta revisi untuk rencanan keperawatan selanjutnya.

H.   Komponen Dokumentasi Keperawatan
Peran perawat sebagaimana kita ketahui adalah salah satunya dokumentasi sebagai pertanggungjawaban keperawatan, Akan tetapi akhir-akhir ini tanggung jawab perawat tehadap dokumentasi sudah berubah, Akibatnya, isi dan fokus dari dokumentasi telah dimodifikasi. Oleh karena perubahan tersebut ,maka perawat perlu menyusun suatu model dokumentasi yang baru, lebih efisien dan lebih bermakna dalam pencatatan dan penyimpanannya. Komponen yang digunakan mencakup tiga aspek :
a.    Komunikasi
Kapan saja perawat melihat pencatatan kesehatan, perawat memberi dan menerima pendapat dan pemikiran, Untuk lebih efektif penyaluran ide tersebut, perawat memerlukan keterampilan dalam menulis, Dalam kenyataannya, dengan semakin kompleknya pelayanan keperawatan dan peningkatan kualitas keperawatan, perawat tidak hanya dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan, tetapi dituntut untuk dapat mendokumentasikan secara benar.
Keterampilan dokumentasi yang efektif memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan kepada tenaga kesehatan lainnya dan menjelaskan apa yang sudah, sedang dan yang akan dikerjakan oleh perawat.
     Kegunaan komunikasi :
     1)   Dapat digunakan ulang untuk keperluan yang bermanfaat
            2)   Mengkomunikasikan kepada tenaga perawat lainnya dan tenaga kesehatan apa
      yang telah terjadi dan diharapkan terjadi
     3)   Manfaat dan data pasien yang akurat dapat dicatat
     4)   Penulisan catatan menggambarkan sesuatu yang kreatif
b.  Proses Keperawatan
Perawat memerlukan keterampilan dalam mencatat proses keperawatan, Pencatatan proses keperawatan merupakan metode yang tepat untuk pengambilan keputusan yang sistematis, problemasolving dan riset lebih lanjut, format proses keperawatan merupakan kerangka atau dasar keputusan dan tindakan termasuk juga pencatatan hasil berfikir dan tindakan keperawatan. Dokumentasi adalah bagian integral proses, bukan sesuatu yang berbeda dari metode problema-solving. Dokumentasi proses keperawatan mencakup pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, tindakan, Perawat kemudian mengobservasi dan mengevaluasi respon klien terhadap tindakan yang diberikan dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada tenaga kesehatan lainnya.
Pengkajian ulang dan evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan medis dapat sebagai petunjuk dan kesinambungan dalam proases keperawatan,dan dapat sebagai petunjuk adanya perubahan dari setiap tahap. Pendokumentasian Proses Keperawatan yang efektif adalah :
1)  Penggunaan standar terminologi (Pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi),
2)  Data yang bermanfaat dan relevan dikumpulkan kemudian dicatat sesuai dengan prosedur dalam catatan yang permanen,
3)  Diagnosa keperawatan disusun berdasarkan klasifikasi dan analisa data yang akurat
4)  Rencana tindakan keperawatan ditulis dan dicatat sebagai bagian dari catatan yang permanen
5)  Observasi dicatat secara akurat, lengkap dan sesuai urutan waktu
6)  Evaluasi dicatat sesuai urutan waktunya, meliputi selama dirawat, dirujuk, pulang ataupun perubahan keadaan klien ,
7)  Rencana tindakan keperawatan yang direvisi berdasarkan hasil yang diharapkan dari klien.
c. Standar dokumentasi
Perawat memerlukan suatu standar dokumentasi untuk memperkuat pola pencatatan dan sebagai petunjuk atau pedoman praktik pendokumentasian dalam memberikan tindakan keperawatan.
Fakta tentang kemampuan perawat dalam pendokumentasian ditunjukkan pada keterampilan menuliskan sesuai dengan standar dokumentasi yang konsisten, pola yang efektif, lengkap dan akurat.
Penggunaan Pola Standar Dokumentasi yang Efektif meliputi :
1.  Kepatuhan terhadap aturan pendokumentasian yang ditetapkan oleh profesi atau pemerintah
2.  Standar profesi keperawatan dituliskan ke dalam catatan kesehatan, Data yang ada menjabarkan apa yang dilakukan pearawat, Perawat mempunyai kewenangan untuk merumuskan diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan terhadap respon klien terhadap masalah kesehatan klien actual dan resiko/potensial.
3.  Peraturan tentang praktik keperawatan dapat dilihat pada catatan pelayanan kesehatan. Data yang tertulis menunjukan kegiatan perawat yang independen dan interdependen. Diagnosa keperawatan tidak secara khusus mempunyai ijin mendiagnosa masalah medis sebaliknya diagnosa medis tidak terdapat pada catatan keperawatan, tetapi diagnosa keperawatan dituliskan pada catatan, keperawatan.
4.  Pedoman akreditasi harus diikuti, Penekanan yang khusus pada data tentang kegiatan observasi dan evaluasi. Tahap pada proses keperawatan adalah dituliskannya data setiap klien pada waktu masuk rumah sakit sampai pulang.

I. Proses Dokumentasi Keperawatan
1.  Pengkajian
·           Mengumpulkan Data
·           Validasi data
·           Organisasi data
·           Mencatat data
2.  Diagnosa Keperawatan
·           Analisa data
·           Identifikasdi masdalah
·           Formulasi diagnosa
3.  Perencanaan / Intervensi
·           Prioritas Masalah
·           Menentukan tujuan
·           Memilih strategi keperawatan
·           Mengembangkan rencana keperawatan
4.  Pelaksanaan / implementasi
·  Melaksanakan intervensi keperawatan
·  Mendokumentasikan asuhan keperawatan
·  Memberikan laporan secara verbal
·  Mempertahankan rencana asuhan
5.  Evaluasi
·           Mengidentifikasikan kriteria hasil
·           Mengevaluasi pencapaian tujuan
·           Memodifikasi rencana keperawatan

J. Teknik Pencatatan Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Dalam pendokumentasian ada 3 teknik, yaitu : Teknik Naratif dan Teknik Flow sheet dan checklist. Teknik tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut:
1.  Naratif
Bentuk naratif adalah merupakan pencatatan tradisional dan dapat bertahan paling lama serta merupakan sistem pencatatan yang fleksibel. Karena suatu catatan naratif dibentuk oleh sumber asal dari dokumentasi maka sering dirujuk sebagai dokumentasi berorientasi pada sumber.
Sumber atau asal dokumentasi dapat di peroleh dari siapa saja, atau dari petugas kesehatan yang bertanggung jawab untuk memberikan informasi. Setiap narasumber memberikan, hasil observasinya, menggambarkan aktifitas dan evaluasinya yang unik. Cara penulisan ini mengikuti dengan ketat urutan kejadian/kronologisnya.
Biasanya kebijakan institusi menggariskan siapa yang mencatat/melaporkan apa, bagaimana sesuatu akan dicatat dan harus dicatat dimana.
Ada lembaga yang menetapkan bahwa setiap petugas kesehatan harus mencatat di formulir yang telah dirancang khusus, misalnya catatan dokter, catatan perawat atau fisioterapi atau petugas gizi.
Ada juga institusi yang membuat rancangan format yang dapat dipakai untuk semua jenis petugas kesehatan dan semua catatan terintegrasi dalam suatu catatan.
Berhubung sifat terbukanya catatan naratif (orientasi pada sumber data) sehingga dapat digunakan pada setiap kondisi klinis. Tidak adanya struktur yang harus diakui memungkinkan perawat mendokumentasikan hasil observasinya yang relevan dan kejadian secara kronologis.
     Keuntungan dan kelemahan pedokumentasian secara naratif
     Keuntungan catatan naratif :
-       Pencatatan secara kronologis memudahkan penafsiran secara berurutan dari kejadian dari asuhan/tindakan yang dilakukan
-       Memberi kebebasan kepada perawat untuk mencatat menurut gaya yang disukainya
-       Format menyederhanakan proses dalam mencatat masalah, kejadian perubahan, intervensi, rekasi pasien dan outcomes
     Kelemahan catatan naratif :
-       Cenderung untuk menjadi kumpulan data yang terputus-putus, tumpang tindih dan sebenarnya catatannya kurang berarti
-       Kadang-kadang sulit mencari informasi tanpa membaca seluruh catatan atau sebagian besar catatan tersebut
-       Perlu meninjau catatan dari seluruh sumber untuk mengetahui gambaran klinis pasien secara menyeluruh
-       Dapat membuang banyak waktu karena format yang polos menuntun pertimbangan hati-hati untuk menentukan informasi yang perlu dicatat setiap pasien
-       Kronologis urutan peristiwa dapat mempersulit interpretasi karena informasi yang bersangkutan mungkin tidak tercatat pada tempat yang sama
     -       Mengikuti perkembangan pasien bisa menyita banyak waktu
2.  Flowsheet (bentuk grafik)
Flowsheet memungkinkan perawat untuk mencatat hasil observasi atau pengukuran yang dilakukan secara berulang yang tidak perlu ditulis secara naratif, termasuk data klinik klien tentang tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu), berat badan, jumlah masukan dan keluaran cairan dalam 24 jam dan pemberian obat.
Flow sheet yang selain untuk mencatat vital sing biasanya juga dipakai untuk catatan keseimbangan cairan dalam 24 jam, catatan pengobatan catatan harian tentang asuhan keperawatan. Flow sheet merupakan cara tercepat dan paling efisien untuk mencatat informasi. Selain itu tenaga kesehatan akan dengan mudah mengetahui keadaan klien hanya dengan melihat grafik yang terdapat pada flow sheet. Oleh karena itu flow sheet lebih sering digunakan di unit gawat darurat, terutama data fisiologis.
Lembar alur yang unik, berupa kesimpulan penemuan, termasuk flowsheet instruksi dokter/perawat, grafik, catatan pendidikan dan catatan pemulangan klien. Rangkaian informasi dalam sistem pendekatan orientasi masalah. Catatan ini dirancang dengan format khusus pendokumentasian informasi mengenai setiap nomor dan judul masalah yang sudah terdaftar.
Flowsheet sendiri berisi hasil observasi dan tindakan tertentu. Beragam format mungkin digunakan dalam pencatatan walau demikian daftar masalah, flowsheet dan catatan perkembangan adalah syarat minimal untuk dokumentasi pasien yang adekuat/memadai.
3.  Checklist adalah
Suatu format pengkajian yang sudah dibuat dengan pertimbang-pertimbangan dari standar dokumentasi keperawatan sehingga memudahkan perawat untuk mengisi dokumentasi keperawatan, karena hanya tinggal mengisi item yang sesuai dengan keadaan pasien dengan mencentang. Jika harus mengisi angka itupun sangat ringkas misal pada data vital sign.
Keuntungan model flowsheet dan checklist :
-   Mudah dalam pengisian dan lebih cepat
-   Alur sudah ada tinggal mengisikan dan tidak terputus-putus
-   Mudah dalam mencari informasi per item pengkajian dan catatatan lain
Kelemahan model ini adalah :
-   Tidak dapat menjabarkan pengkajian sesuai yang kita inginkan
-   Harus mengikuti alur dalam pengisian flowsheet dan checklist.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Tjandra Yoga. 2004. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta : UIP
Ali, Zaidin. 2001. Dasar – Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta : Widya Medika
Sabarguna dan Sumarni. 2003. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit. Yogyakarta : Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng – DIY
Gilles, Dee Ann, Manajemen Keperawatan Suatu Pendekatan Sistem, Edisi Kedua, (Alih Bahasa : Drs. Dika Sukmana dkk), W.B. Saunders Company, Philadelphia, 1989.
Potter, Patricia A., RN. MSN et al, Fundamental of Nursing, Concept, Process & Practice, Third Edition, Mosby Year Book, St. Louis, 1993
http://sosyamonaseprianti.blogspot.com/2011/06/prinsip-prinsip-dokumentasi-proses.html