MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL ( MPKP )
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Keperawatan II
Dosen : Ns. Dona Yanuar Agus Santoso, S.Kep
Disusun Oleh :
Kelompok 5
1. Dewi Purwanti SK.109.034
2. Dewinta Astri Widuri SK.109.035
3. Dhenis Jrindika Setiawan SK.109.036
4. Dia Ismawati SK.109.037
5. Diani Puji Hesti SK.109.039
6. Dika Wijayandaru SK.109.040
7. Dinda Yanuarita SK.109.041
8. Dwi Khasani SK.109.043
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
TAHUN AKADEMIK 2011-2012
MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL ( MPKP )
A. DEFINISI
Model Praktik Keperawatan Profesional “MPKP adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut,” jelas Linda. Model praktek keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses, dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan yang dapat mendukung asuhan keperawatan. Pada aspek struktur ditetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien, jenis tenaga disuatu ruang rawat yaitu kepala ruangan, Clinical Care Manager (CCM), Perawat Primer (PP) dan Perawat Asosiet (PA) serta standar rencana perawatan. Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metoda modifikasi keperawatan primer. Metode modifikasi perawatan primer merupakan kombinasi dari kedua metode tim dan primer, diharapkan kontinuitas asuhan keperawatan dan akontabilitas asuhan keperawatan terdapat pada perawat primer.
Pelayanan keperawatan sebagai inti dari praktik keperawatan profesional menuntut kemampuan perawat untuk dapat berperan sebagai pengelola pelayanan keperawatan melalui pelaksanaan MPKP sehingga mutu asuhan keperawatan dapat ditingkatkan. Era globalisasi dan perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan menuntut perawat, sebagai suatu profesi, memberi pelayanan kesehatan yang optimal. Indonesia juga berupaya mengembangkan model praktik keperawatan profesional (MPKP). Salah satunya dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebagai rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan nasional. Linda Amiyanti SKp dari RSCM memaparkan penerapan MPKP dalam seminar nasional yang diselenggarakan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) pekan lalu.
Pelayanan keperawatan sebagai inti dari praktik keperawatan profesional menuntut kemampuan perawat untuk dapat berperan sebagai pengelola pelayanan keperawatan melalui pelaksanaan MPKP sehingga mutu asuhan keperawatan dapat ditingkatkan. Era globalisasi dan perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan menuntut perawat, sebagai suatu profesi, memberi pelayanan kesehatan yang optimal. Indonesia juga berupaya mengembangkan model praktik keperawatan profesional (MPKP). Salah satunya dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebagai rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan nasional. Linda Amiyanti SKp dari RSCM memaparkan penerapan MPKP dalam seminar nasional yang diselenggarakan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) pekan lalu.
TUJUAN MODEL KEPERAWATAN
1. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
2. Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekosongan pelaksanaan asuhan keperawatan oleh tim keperawata.
3. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
4. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijaksanaan dan keputusan.
5. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap anggota tim keperawatan.
PELAYANAN KESEHATAN PRIMER(PHC).
Dalam penilainan tahunannya tentang kesehatan dunia, para delegasi yang menghadiri pertemuan ke 28 World Health Assembly di Geneva telah memutuskan bahwa situasi global sekarang ini tidak sehat. Sejumlah contoh dari berbagai belahan dunia telah meyakinkan mereka bahwa penggunaan suatu pendekatan yang disebut PHC, dapat berkontribusi sangat besar dalam membebaskan seluruh masyarakat dari penderitaan yang terabaikan, nyeri, ketidakmampuan dan kematian. Masyarakat global dapat terjamin, banyak beban berat dari berbagai penderitaan dan kematian yang tidak diinginkan oleh jutaan orang diseluruh dunia dapat dicegah melalui penerapan konsep PHC (Bryant,1969;Newell,1975).
Metode Keperawatan Primer. Metode ini pertama kali diperkenalkan di Inggris oleh Lydia Hall (1963) ini merupakan sistem dimana seorang perawat bertanggung jawab selama 24 Jam sehari, 7 hari per minggu,ini merupakan metode yang memberikan perawatan secara komprehensif, individual dan konsisten. Metode keperawatan primer membutuhkan pengetahuan keperawatan dan keterampilan manajemen. Perawat primer mempunyai tugas mengkaji dan membuat prioritas setiap kebutuhan pasien, mengidentifikasi diagnosa keperawatan, mengembangkan rencana keperawatan, dan mengevaluasi keefektivitasan perawatan. Sementara perawat yang lain menjalankan tindakan keperawatan, perawat primer mengkoordinasi perawatan dan menginformasikan tentang kesehatan pasien kepada perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Keperawatan Primer melibatkan semua aspek peran profesional, termasuk pendidikan kesehatan, advokasi, pembuatan keputusan, dan kesinambungan perawatan. Perawat primer merupakan manager garis terdepan bagi perawatan pasien dengan segala akuntabilatas dan tanggung jawab yang menyertainya.
B. PENGELOLAAN DI RUANG MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL.
Model praktek keperawatan professional terdiri dari 4 komponen utama, yaitu :
Ø Ketenagaan Keperawatan.
Ø Metoda pemberian asuhan keperawatan
Ø Proses Keperawatan
Ø Dokumentasi Keperawatan
1. Ketenagaan Keperawatan.
Pada suatu pelayanan profesional, jumlah tenaga yang diperlukan tergantung pada : Jumlah pasien dan derajat ketergantungan pasien (Douglas, 1984).
Menurut Loveridge & Cummings (1996) klasifikasi derajat ketergantungan pasien dibagi 3 kategori, yaitu ;
1. Perawatan minimal : memerlukan waktu 1 – 2 jam/24 jam:
a. kebersihan diri, mandi, ganti baju, ganti pakaian dilakukan sendiri.
b. Makan dan minum dilakukan sendiri
c. Ambulasi dengan pengawasan
d. Observasi tanda – tanda vital dilakukan setiap sift
e. Pengobatan minimal, status spikologis stabil
f. Persiapan prosedur memerlukan pengobatan
2. Perawatan intermediet : memerlukan waktu 3 – 4 jam/24 jam.
· Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu
· Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
· Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
· Voley kateter/intake output dicatat
· Klien dengan pemasangan infus, persiapan pengobatan, memerlukan prosedur
3. Perawatan maksimal/total : memerlukan waktu 5 – 6 jam/24 jam :
Segala diberikan/dibantu
Posisi yag diatur, observasi ytanda-tanda vital setiap 2 jam
Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi intravena
Pemakaian suction
Gelisah/disorientasi
Menentukan komposisi tenaga
Abdellah dan Levine pada tahun 1965 (Gillies, 1994) menyarankan kombinasi tenaga keperawatan yaitu 55 % tenaga profesional dan 45 % tenaga non profesional. Bila disesuaikan dengan katagori tenaga keperawatan di Indonesia, maka 55 % minimal lulusan D III Keperawatan dan 45 % tenaga keperawatan lulusan SPK. Intermountain Health Care menyarankan bahwa kombinasi tenaga keperawatan adalah : 58 % RN, 26 % LPN, dan 16 % Aides (perawat pembantu). Apabila dikonversi kategori diatas pada situasi ketenagaan keperawatan di Indonesia maka 58 % Sarjana Keperawatan/D IV Keperawatan, 26 % D III Keperawatan dan 16 % Perawat Kesehatan (SPK). Perbandingan dinas pagi-sore-malam : 47 % Pagi, 36 % Sore, dan 17% Malam.
2. Metoda pemberian asuhan keperawatan
Sistem pemberian asuhan keperawatan adalah suatu pendekatan pemberian asuhan keperawatan secara efektif dan efisien kepada sejumlah pasien. Setiap metoda memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing.
Terdapat 3 pola yang sering digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan, yaitu penugasan fungsional, penugasan tim , penugasan primer.
a. Penugasan Keperawatan Fungsional :
Sistem penugasan ini berorinetasi pada tugas dinama fungsi keperawatan tertentu ditugaskan pada setiap perawat pelaksana, misalnya seorang perawat ditugaskan khusus untuk tindakan pemberian obat, perawat yang lain untuk mengganti verband, penyuntikan, observasi tanda-tanda vital, dan sebagainya. Tindakan ini didistribusikan berdasarkan tingkat kemampuan masing-masing perawat pelaksana. Oleh karena itu kepala Ruangan terlebih dahulu mengidentifikasi tingkat kesulitan tindakan tersebut, selanjutnya ditetapkan perawat yang akan bertanggung jawab mengerjakan tindakan yang dimaksudkan. Setiap perawat pelaksana bertanggung jawab langsung kepada kepala Ruangan. Tidak ada perawat pelaksana yang bertanggung jawab penuh untuk asuhan keperawatan pada seorang pasien.
Keuntungan :
ü Menyelesaikan banyak pekerjaaan dalam waktu singkat.
ü Tepat metoda ini bila ruang rawat memiliki keterbatasan/kurang tenaga keperawatan professional.
ü Perawat lebih terampil, karena orientasi pada tindakan langsung dan selalu berulang-ulang dikerjakan.
Kerugian :
Memilah-milah asuhan keperawatan oleh masing-masing perawat.
Menurunkan tanggung gugat dan tanggung jawab.
Hubungan perawat-pasien sulit terbentuk.
Pelayanan tidak professional.
Pekerjaan monoton, kurang tantangan.
b. Penugasan Keperawatan Tim :
Adalah suatu bentuk sistem/metoda penugasan pemberian asuhan keperawatan, dimana Kepala Ruangan membagi perawat pelaksana dalam beberapa kelompok atau tim, yang diketuai oleh seorang perawat professional/berpengalaman. Metoda ini digunaklan bila perawat pelaksana terdiri dari berbagai latar belakang pendidikan dan kemampuannya.
Ketua tim mempunyai tanggung jawab untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan asuhan keperawatan dalam tanggung jawab kegiatan anggota tim. Tujuan metoda penugasan keperawatan tim untuk memberikan keperawatan yang berpusat kepada pasien. Ketua Tim melakukan pengkajian dan menyusun rencana keperawatan pada setiap pasien, dan anggota tim bertanggung jawab melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan rencana asuhan keperawatan yang telah dibuat. Oleh karena kegiatan dilakukan bersama-sama dalam kelompok, maka ketua tim seringkali melakukan pertemuan bersama dengan anggota timnya (konferensi tim) guna membahas kejadian-kejadian yang dihadapi dalam pemberian asuhan keperawatan.
Keuntungan :
· Melibatkan semua anggota tim dalam asuhan keperawatan pasien.
· Akan menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang dapaty dipertanggung jawabkan.
· Membutuhkan biaya lebih sedikit/murah, dibanding sistem penugasan lain.
· Pelayanan yang diperoleh pasien adalah bentuk pelayanan professional.
Kerugian :
Ø Dapat menimbulkan pragmentasi dalam keperawatan.
Ø Sulit untuk menentukan kapan dapat diadakan pertemuan/konferensi, karena anggotanya terbagi-bagi dalam shift.
Ø Ketua tim lebih bertanggung jawab dan memiliki otoritas, dibandingkan dengan anggota tim.
c. Penugasan Keperawatan Primer
Keperawat primer adalah suatu metoda pemberian asuhan keperawatan dimana perawat perofesional bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan pasien selama 24 jam/hari. Tanggung jawab meliputi pengkajian pasien, perencanaan , implementasi, dan evaluasi asuhan keperawatan dari sejak pasien masuk rumah sakit hingga pasien dinyatakan pulang, ini merupakan tugas utama perawat primer yang dibantu oleh perawat asosiet.
Keperawat primer ini akan menciptakan kesepakatan untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, dimana asuhan keperawatan berorientasi kepada pasien. Pengkajian dan menyusun rencana asuhan keperawatan pasien di bawah tanggung jawab perawat primer , dan perawat asosiet yang akan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan dalam timdakan keperawatan.
Keuntungan :
ü Otonomi perawat meningkat, karena motivasi, tanggung jawab dan tanggung gugat meningkat.
ü Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan.
ü Meningkatnya hubungan antara perawat dan pasien.
ü Terciptanya kolaborasi yang baik.
ü Membebaskan perawat dari tugas-tugas yang bersifat perbantuan.
ü Metoda ini mendukung pelayanan professional.
ü Penguasaan pasien oleh seorang perawat primer.
Kerugian :
· Ruangan tidak memerlukan bahwa semua perawat pelaksana harus perawat professional.
· Biaya yang diperlukan banyak
3. Proses Keperawatan
Proses keperawatan merupakan proses pengambilan keputusan yang dilakukan perawat dalam menyusun kegiatan asuhan secara bertahap. Kebutuhan dan masalah pasien merupakan titik sentral dalam pengambilan keputusan. Pendekatan ilmiah yang fragmatis dalam pengambilan keputusan adalah :
ü Identifikasi masalah.
ü Menyusun alternatif penyelesaikan masalah.
ü Pemilihan cara penyelesdaian masalah yang tepat dan melaksanakannya.
ü Evaluasi hasil dari pelaksanaan alternatif penyelesaian masalah.
Seluruh langkah pengambilan keputusan ini tertuang pada langkah-langkah proses keperawatan yaitu :
Pengkajian fokus pada keluhan utama dan eksplorasi lebih holistik.
Diagnosis yaitu menetapkan hubungan sebab akibat dari masalah masalah keperawatan.
Rencana tindakan untuk menyelesaikan masalah.
Implementasi rencana dan.
Evaluasi hasil tindakan.
4. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem pelayanan keperawatan, karena melalui pendokumentasian yang baik, maka informasi mengenai keadaan Kesehatan pasien dapat diketahui secara berkesinambungan. Disamping itu, dokumentasi merupakan dokumen legal tentang pemberian asuhan keperawatan. Secara lebih spesifik, dokumentasi berfungsi sebagai sarana komunikasi antar profesi Kesehatan, sumber data untuk pemberian asuhan keperawatan, sumber data untuk penelitian, sebagai bahan bukti pertanggung jawaban dan pertanggung gugatan asuhan keperawatan.
Dokumen dibuat berdasarkan pemecahan masalah pasien. Dokumentasi berdasarkan masalah terdiri dari format pengkajian, rencana keperawatan, catatan tindakan keperawatan, dan catatan perkembangan pasien.
C. SISTEM PENJADWALAN
Penjadualan di unit keperawatan perlu dilakukan dengan cermat, sebab apa yang dapat terjadi di ruangan sulit dipastikan. Kegiatan yang ada banyak tergantung kondisi pasien. Keadaan pasien dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan kondisi sakit dan kebutuhannya. Oleh karena itu penjadualan perawat diatur secara garis besar supaya dimodifikasi sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi yang terjadi di unit keperawatan.
Ada beberapa cara penjadualan :
a. Penjadualan desentralisasi : Kepala Ruangan merencanakan jadual dinas untuk stafnya. Cara ini menimbulkan kesulitan bila membutuhkan banyak perawat karena absen atau sakit. Kepala Ruangan harus menerencanakan kembali jadual sehingga sering menimbulkan ketidakpuasan staf.
b. Penjadualan sentralisasi : Petugas ketenagaan akan merencanakan dan mengendalikan jadual, dengan demikian pekerjaan Kepala Ruangan lebih ringan, tetapi petugas tersebut kurang mengetahui tentang perubahan kebutuhan perawat karena beban asuhan keperawatan meningkat di ruangan, maka perlu diberikan gambaran secara menyeluruh tentang tenaga perawat yang shift.
Beberapa yang patut dipertimbangkan dalam penjadualan ;
o Sesuai dengan kebijakan, standar dan praktek yang telah ditetapkan dan bagaimana memanfaatkan tenaga keperawatan yang ada.
o Perbandingan yasng seimbang antara perawat professional dan yang tidak.
o Pelayanan yang terus menerus
o Menghindari maldistribution dan over staffing.
o Kepuasan anggota staf dalam pekerjaan.
o Pertimbangan libur dan hari-hari libur lainnya.
o Memungkinkan penyesuaian dalam kasus penyakit, emergensi, atau perubahan dalam kebutuhan asuhan.
o Anggota staf diinformasikan 2 minggu sebelum implementasi jadual.
o Cegah pada hal yang berhubungan dengan hak-hak individu yang berhubungan dengan diskriminasi akibat perbedaan seks, etnik dan kepercayaan.
D. MODEL PENUGASAN TIM
Metoda ini secara khusus dibahas berdasarkan pertimbangan kemungkinan pilihan yang paling tepat untuk dilaksanakan di MPKP RS.Wahidin Sudirohusodo. Sebagaimana diuraikan terdahulu bahwa model tim adalah merupakan suatu model pemberian asuhan keperawatan dimana seseorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok pasien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Douglas, 1984).
Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap angota kelompok mempunyai konstribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi sehingga diharapkan kualitas asuhan keperawatan meningkat. Menurut Kron & Gray (1987), pelaksanaan model tim harus dilandaskan pada konsep berikut ini :
1. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai tehnik kepemimpinan. Ketua tim harus dapat membuat keputusan tentang prioritas dalam kebutuhan klien merencanakan, melakukan supervisi dan evaluasi asuhan keperawatan. pelaksanaan konsep tim sangat bergantung pada filosofi ketua tim apakah berorietntasi pada tugas atau pada klien.
Tanggung jawab Ketua Tim adalah :
ü Mengkaji setiap klien dan menetapkan rencana keperawatan
ü Mengkoordinasikan rencana keperawatan dengan tindakan medik.
ü Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok dan memberi bimbingan melalui konferens
ü Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses atau hasil yang diharapkan serta mendokumentasikannya.
2. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin. Terdapat komunikasi yang terbuka melalui berbagai cara terutama melalui rencana keperawatan yang tertulis yang merupakan pedoman dalam melaksanakan asuhan, supervisi dan evaluasi.
3. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan Ketua Tim. Ketua Tim membantu anggota tim memahami dan melakukan tugas sesuai dengan kemampuan mereka.
4. Peran Kepala Ruangan penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik bila didukung oleh Kepala Ruangan. Dalam hal ini Kepala Ruangan diharapkan telah :
· Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf.
· Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan
· Memberi kesempatan pada Ketua Tim untuk pengembangan kepemimpinan.
· Menjadi nara sumber bagi Ketua Tim.
· Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan
· Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.
DAFTARA PUSTAKA
Douglass (1992), The Effective Nurse ; leader and Manager, (4th), St.Louis : Mosby Year Book.
FIK-UI & RSUPN-Cipto Mangunkusumo (2000), Semiloka : Model Praktek keperawatan Profesional II, Jakarta 12 – 14 Juli 2000.
Gillies (1994), Nursing Management a System Approach, Philadelphia : W.B.Saunders.
Kron & Gray (1987), The Management of Patient Care : putting Leadership Skills to Work, (6th), Philadelphia : W.B.Saunders Company.